Haul ke-12, Belajar Pada Almagfurlah KH. Ahmad Bushaeri

0

Para pengurus PCNU Karawang saat ziarah kubur ke makam KH. Ahmad Bushaeri.

banner 468x60

BaskomNews.com – Menjadi seorang ulama, tidaklah cukup hanya bermodal penampilan dengan penguasanaan ilmu yang minim. Tapi, perlu proses pembelajaran yang terus menerus, dari satu pesantren ke pesantren lain, seperti yang pernah dilakukan oleh almarhum almagfurlah KH Ahmad Bushaeri.

Melalui ketekunannya dalam belajar, baik formal maupun informal, almagurlah menjadi ulama kharismatik terutama setelah mendirikan Pondok Pesantren Nihayatul Amal (PNA) Rawamerta, Kabupaten Karawang.

banner 336x280

Dalam peringatan haulnya yang ke 12, Kamis (10/5/2018), ribuaan jamaah meluber di area pemakaman untuk melakukan doa bersama.

Pesantren Nihayatul Amal, dirintis oleh KH. Ahmad Bushaeri pada tahun 1963 dengan sistem tradisional atau salafi. Hingga kini, pesantren ini tetap eksis mengajarkan santri ilmu agama dan pendidikan formal.

Pembentukan awal dalam membangun PNA, KH. Ahmad Bushaeri didampingi para tokoh lainnya seperti KH. Mukhtar Sulaeman, KH. Ali Musidiq, KH. Madkamil, KH. Satibi, dan sebagai donatur termasuk KH. Damanhuri. Dua tahun kemudian pada tahun 1965, PNA diresmikan secara formal oleh Bupati Karawang, Husni Hamid, yang didampingi Camat Rawamerta, Jabarudin.

Seorang yang lahir di Banten dan ikut menyumbang serta menjadi salah satu pendiri PNA juga. “Baru di resmikan secara formal atau gunting pita pada tahun 1965,” kata Sekretaris Alumni PNA Rawamerta, KH. Ubaidillah Haris.

Sebelum menjadi ulama, KH. Ahmad Bushaeri, telah belajar ke beberapa pesantren, pertama ke Serang, Banten dengan mendalami ilmu Alquran, selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sempur, Kabupaten Purwakarta yang di pimpin KH. Tubagus Bakri atau biasa di sebut Mama Sempur dengan mendalami kitab-kitab kuning selama sembilan tahun.

Di teruskan mengaji ke Sukahideung, Sukabumi. Di Sukahideung, Kiai Bushaeri diberi mandat oleh gurunya untuk berguru ke Lirboyo yaitu pada KH. Mahrus Ali, Rektor Universitas Tribakti (UIT) sekaligus syuriah NU Lirboyo pada masanya.

Tak hanya pendidikan pesantren, K. Bushaeri pun ditempa keilmuan formal. Jadi, dua faktor yang mempengaruhi keilmuan KH. Ahmad Bushaeri, selain pendidikan pesantren salaf dari Mama Sempur, juga pendidikan formal oleh KH. Mahrus Ali Lirboyo. “Makanya, gak heran kalau PNA saat ini mendirikan lembaga formal maupun salafiyah,” ujar Kiai Ubed, yang juga Mustasyar MWC NU Rawamerta ini.

Atas desakan masyarakat yang merasa membutuhkan pendidikan formal, pada tahun 1996, KH. Ahmad Bushaeri mendirikan pendidikan formal. “Karena pada saat itu peminat pesantren salaf sudah mengalami kekurangan minat. Tapi tudak untuk menghapuskan pesantren salafnya, hanya dipadukan antara modern dan salaf,” jelasnya.

Adapun pesan KH. Ahmad Bushaeri yang hingga saat ini masih ia pegang teguh, yaitu dalam hal perjuangan dalam menegakan agama. “Beliau bepesan, berjuanglah di tengah masyarakat dengan cara yang santun, dan bekerja sama dengan tokoh masyarakat, jangan kurang pergaulan (Kuper). Intinya harus bisa masuk ke semua lini, mulai dari preman hingga para tokoh. Karena KH. Ahmad Bushaeri tidak pernah memilih orang, beliau merangkul semua orang,” tandasnya.(rls/red)

banner 336x280