Praktisi Hukum ‘Bongkar Kebobrokan’ Pemkab Soal RS Paru Jatisari
“Lahannya saja kepastian hukumnya tidak jelas. Jika ada perpindahan tangan dari masyarakat ke Pemerintah mana? Bukti pembelian lahannya mana? Harganya berapa? Mana sebutin,” kata Askun.
BaskomNews.com – Pembangunan Rumah Sakit Paru di Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang terus menuai kritikan. Kali ini diutarakan praktisi hukum ternama Karawang, Asep Agustian. Pria berambut kuncir ini bahkan blak-blakan menyebut jika Pemkab dikadalin oleh panitia lelang pembangunan RS Paru Jatisari.
Pengacara yang biasa disapa Asep Kuncir atau Askun ini menuturkan, sejak awal rencana pembangunan RS Paru dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) bermasalah. Mulai dari pembelian lahan yang dijadikan lokasi pembangunan RS Paru.
“Lahannya saja kepastian hukumnya tidak jelas. Jika ada perpindahan tangan dari masyarakat ke Pemerintah mana? Bukti pembelian lahannya mana? Harganya berapa? Mana sebutin,” kata Askun.
BACA JUGA: Penunjukkan PT Amarta Karya Sebagai Pemenang Tender RS Paru, Pemkab Dinilai Ceroboh
Askun mempertanyakan status kepemilikan lahan yang dibangun menjadi RS Paru tersebut karena tidak jelas. Jika kepemilikan lahan tidak jelas, Pemkab sangat ceroboh membangun RS Paru di lahan tersebut. Tak hanya status lahan yang dipermasalahkan, tetapi juga masih adanya proses penyidikan dari aparat penegak hukum.
“Tiba-tiba kita mendapat kabar peletakan batu pertama. Sementara, sampai detik ini tak ada pernyataan resmi atau press release salah dan benar, masuk atau tidak perkara itu dari polisi setelah adanya penyidikan. Bupati tahu gak sih?” tandasnya.
Meskipun itu perkara berdasarkan dari laporan informasi. Namun pihak kepolisian harus tetap terbuka, sudah sampai mana perkara ini. Kemudian, lanjut Askun, ujug-ujug Bupati melakukan peletakan batu pertama pembangunan. Dia mempertanyakan apakah bupati Cellica Nurrachadiana mengetahui tatanan tersebut.
BACA INI JUGA: Soal Proyek RS Paru Jatisari, Pemkab Dikadalin Pemenang Proyek?
“Atau sengaja membuat bola panas ini karena adanya kepala dinas disini ada ikatan saudara? Kita menegakkan hukum bukan kepentingan. Saya menegaskan, ini menegakan sebuah kebenaran, bukan mencari pembenaran,” katanya.
Lalu, dikatakan Askun, adanya dua perusahaan yang mengerjakan proyek ini juga bermasalah. Karena pemenang ada dua. Yakni PT Amarta Karya yang menjadi bagian dari BUMN dan PT Tri Kencana. Askun mempertanyakan ini, apakah dilakukan secara sub kontrak.
“Kalau di sub kontrak sifatnya parsial. Artinya Amarta Karya tidak mampu melaksanakan proyek ini. Kenapa sampai saat ini, dari tingkat penyidikan tidak ada berita tentang itu. Ada apa? Tiba-tiba ada peletakan batu pertama,” tuturnya.
PT Amarta Karya juga seolah-olah menutupi nilai proyek. Karena, di papan proyek tidak tertera nominal anggaran yang dihabiskan. “Di dalam lelang ini ada indikasi sebuah kongkalingkong. Saya betul-betul kecewa dengan penyidikan RS Paru ini, termasuk dengan bupati. Nominal ini tak sedikit. Ratusan miliar,” katanya kesal.
Bupati seharusnya memanggil panitia lelang, kepala dinas bagaimana struktural pelelangan. Jangan mencari dan mendengar pembisik yang tak benar. “Saya ingin RS Paru ini untuk kepentingan masyarakat. Kalau misalnya tidak mampu, ya lemparkan. Tapi ini tiba-tiba ada dua pemenang,” katanya. (red)