Karena Sakit Maag, Bahar bin Smith Ajukan Penangguhan Penahanan
“Beliau kooperatif, taat hukum dan kondisi sedang sakit maag akut, dibuktikan dengan lampiran keterangan dari rumah sakit,”
BaskomNews.com – Pengacara Bahar bin Smith meminta penyidik Polda Jabar menyetujui permohonan penangguhan penahanan kliennya. Bahar disebut memiliki sakit maag akut.
Azis Yanuar pengacara Bahar mengatakan, pihaknya sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Bahar sehari setelah ditahan di Polda Jabar. Namun surat permohonan itu tak kunjung mendapat jawaban dari penyidik.
“Sudah dari awal diajukan. Belum ada (jawaban dari penyidik),” ujar Azis via pesan singkat, Selasa (25/12/2018).
Azis mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat penahanan Bahar perlu ditangguhkan. Selain kooperatif dan taat hukum, Azis mengatakan Bahar memiliki sakit maag akut sehingga perlu penanganan medis.
“Beliau kooperatif, taat hukum dan kondisi sedang sakit maag akut, dibuktikan dengan lampiran keterangan dari rumah sakit,” tuturnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menanggapi soal penangguhan penahanan tersebut. Truno mengatakan soal penangguhan ini merupakan otoritas dari penyidik. “Itu semua otoritas penyidik,” kata Truno saat dikonfirmasi.
Terkait alasan sakit maag yang diungkapkan pengacara, Truno mengatakan belum mendapatkan informasi. Namun pihak kepolisian memiliki petugas medis yang dapat mengecek kondisi kesehatan Bahar. “Kita punya tim kedokteran. Nanti yang menyatakan dari kita ada tim kesehatan,” tuturnya.
Bahar bin Smith melakukan penganiayaan terhadap dua remaja berinisial CAJ (18) dan MKUAM (17). Keduanya dianiaya lantaran mengaku-ngaku sebagai Bahar saat di Bali.
Keduanya dianiaya di pondok Pesantren (ponpes) Tajul Alawiyyin di Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ponpes itu diketahui milik Bahar.
Atas kasus itu, Bahar sudah ditetapkan tersangka. Dia ditahan di Mapolda Jabar. Polisi menjerat Bahar dengan pasal berlapis yakni Pasal 170 ayat (2), Pasal 351 ayat (2), Pasal 333 ayat (2) dan Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. (Dtk/red)