Cellica Hanya Bisa Dikalahkan oleh ‘Tsunami Politik’, Atau…?
BaskomNews.com – Politisi senior PDI Perjuangan Karawang, Deden Darmansyah menilai, jika calon incumbent Pilkada Karawang Cellica Nurrachadiana hanya bisa dikalahkan oleh ‘Tsunami Politik’.
Saat dimintai pandangannya mengenai perkembangan peta politik Pilkada Karawang, mantan Anggota DPRD Jawa Barat ini menjelaskan, bahwa yang dimaksud tsunami politik adalah perkara hukum yang bisa menjerat Cellica Nurrachadiana, atau gabungan potensi tokoh politik Karawang lain semisal koalisi Gina Fadlia Swara, H. Ahmad Zamakhsyari, serta dr. Yesi Karya Lianti.
“Incumbent masih di atas angin, kecuali ada sunami politik menjelang hari H, misalnya perkara hukum yang menjeratnya. Ini sulit berubah kalau kondisinya seperti ini. Dan yang paling memungkinan koalisi GFS (Gina Fadlia Swara) yang bisa menyaingi petahana,” tutur Deden Darmansyah, kepada BaskomNews.com.
Menurut Deden, kekuatan logistik tidak merubah signifikan dalam perolehan suara. Selain jarak elektabilitas petahana (Cellica) sudah sangat jauh dibandingkan yang lain, bahwa Cellica dinilai familiar dan berhasil mengklaim infrastruktur jalan di wilayah pedesaan yang notabenenya sebenarnya dari Dana Desa (APBN).
“Kekuatan logistik maksimal 7 persen untuk mempengaruhi perolehan suara. Jarak elektabilitas yang jauh sulit untuk dibendung melenggang ke dua periode, ya itu hanya hal perkara hukum dan GFS yang bisa menyainginya,” katanya.
“Yang pertama Cellica itu familiar di mata masyarakat, yang kedua Cellica berhasil mengklaim infrastruktur jalan-jalan setapak di kampung-kampung yang notabenenya dari Dana Desa yang anggaran sebenarnya dari APBN. Hasil pembangunan ini berhasil diklaim sebagai prestasi Cellica. Rakyat di kampung kan gak tahu kalau jalan-jalan bagus dari mana anggarannya. Mereka hanya tahu itu anggaran dari bupati. Padahal itu dari dana desa. Ini sangat berpengaruh terhadap elektabilitas Cellica. Hampir 70% desa itu jalan setapak dicor, ini yang mengutungkan Cellica,” terangnya.
Jika ingin mengalahkan Cellica di Pilkada Karawang, Deden juga berpesan untuk para lawan politik Cellica agar lebih cermat dalam hitung-hitungan politik, bukan hanya atas dasar emosional politik semata. “Pesaing harus cermat menghitung, jangan sampe hanya emosi yang mengalahkan logika,” katanya.
Deden juga menegaskan, kenapa hanya koalisi GFS yang bisa menyaingi petahana di Pilkada 2020. Karena secara psikologi GFS sama-sama perempuan dengan Cellica. Hanya persolanya, siapa nanati yang akan menjadi pendamping GFS di Pilkada.
“Saya kira yang paling memungkinkan mengalahkan petahan itu secara psiklogis itu perempuan, yaitu GFS. Tapi persoalan siapa pendampingnya,” timpal Deden.
Disinggung mengenai nama dr. Yesi Karya Lianti sendiri, Deden berpendapat, jika dr. Yesi tidak signifikan untuk menggoyang Cellica. Karena Yesi sendiri dinilai belum cukup untuk maju di Pilkada 2020.
“Kehadirannya (Yesi Karya Lianti) hanya sedikit mengganggu petahana, tapi tidak signifikan. Tinggal nanti saja lihat seberapa besar pengaruh keluarga besar Haji Karya. Tapi secara umum masih jauh untuk mengalahkan Bu Cellica. Lima tahun ke depan Yessi baru Ok. Kalau sekarang masih sangat sulit, saya hafal dan bisa memetakan keluarga besar Haji Karya,” ujarnya.
Untuk mengimbangi Cellica di Pilkada, Deden kembali berpendapat agar setiap calon lawan Cellica di Pilkada bisa berkoalisi dengan H. Ahmad Zamakhsyari (Kang Jimmy). Bahkan jika harus dilakukan untuk mengalahkan Cellica, maka dr Yessi Karya Lianti pun juga harus ikut bergabung
“Yessi, Jimmy lebih baik kolaborasi untuk mendukung Gina. Baru petahan merasa persaingi.Karena riak-riak saat ini belum mampu menggoyahkan Bu Cellica. Saya keluar masuk kampung, saya merasakan suasana dukungan terhadap Cellica masih kuat,” katanya.
Ditambahkan Deden, untuk ke sekian kalinya akan terjadi kesalahan jika PDIP merekomendasikan dr Yesi Karya Lianti di Pilkada 2020. Bahkan dirinya menilai, Yesi akan sulit untuk melakukan konsolidasi di internal PDIP sendiri, karena akan banyak kader dan simpatisan yang akan bertanya-tanya.
“Saya menyanyangkan terlalu mudah kalau merekomendasikan dr Yesi. Saya tahu persis perjalan dr Yesi. Dulu tahun 2011 di PKPI, 2014 di Demokrat, tiba-tiiba bisa di PDIP. Terlalu premature kalau naik di PDIP. Saya kira jangankan keluar partai, di dalam sendiri agak berat konsolidasinya. Orang akan bertanya-tanya ini siapa, kemaren-kemana aja, kok sekarang tiba-tiba di PDIP,” papar Deden.
“There is Something Wrong, ada sesuatu yang salah. Jangan-jangan orentasinya hanya ke mahar, berat, jauh-lah dan ini kesalahn fatal kesikan kalinya PDIP kalau mengusung Yesi. Sangat fatal di mata saya. Sudah konsisten saja di Karawang dua. Jangan berfikir di K1, tinggal bagaimana K2 ini harus kader partai yang diusung yang tidak asing bagi pengurus dan simpastisan partai. Saya kira kader PIP tidak kuranglah. Ada Ellivia, apalagi yang berdarah-darah di PDIP kan masih banyak,” tandas Deden Darmansyah. (red)