LBH CAKRA Buka Posko Pengaduaan Pilkada
BaskomNews.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum Cipta Keadilan Rakyat (LBH CAKRA), Hilman Tamimi memprediksi kecurangan akan tumbuh subur dalam Pilkada Karawang 2020 yang akan digelar pada 9 Desember 2020.
Menurut Hilman, bukan lagi menjadi rahasia umum jika setiap kali ajang Pilkada selalu dikotori dengan money politic oleh para pasangan calon kepala daerah.
“Bahwa sudah menjadi rahasia umum jika setiap kali Pilkada, pasti akan banyak politik uang dari masing-masing calon, ditambah di masa pandemi seperti ini,” kata Hilman, kepada BaskomNews.com, Selasa (01/12/2020).
Meski demikian, Hilman berharap pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Karawang tetap berjalan dengan sportif tanpa ada kecurangan dari masing-masing Calon.
Bahkan Hilman menginisiasikan untuk membuat Posko Pengaduan Kecurangan Pilkada, dengan Lembaga Bantuan Hukum Cipta Keadilan Rakyat (LBH CAKRA) yang dipimpinnya itu.
“Saya berharap pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Karawang bisa berjalan dengan sportif, masing-masing calon harus mengedepankan sportifitas dan menghindari politik uang. Saya bersama LBH CAKRA membuka Posko Pengaduan kepada siapa saja yang merasa melihat adanya kecurangan pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Karawang untuk melaporkannya kepada kami,” himbaunya.
Pendirian posko pengaduan yang didirikan oleh LBH Cakra tersebut, dibentuk atas dasar penegakan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
“Tertuang dalam pasal 187A ayat 1 dan 2 yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu,” ungkapnya.
Hal di atas, menurut Hilman, sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan serta denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1 Milyar.
“Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Jadi stop politik uang, atau pindana ancamannya,” tegasnya.
Hilman bependapat momentum pesta demokrasi seharusnya dijadikan ruang oleh elit partai politik untuk melakukan pendidikan berpolitik kepada masyarakat luas dengan menyajikan gagasan yang tertuang dalam visi-misi setiap kandidat, sehingga masyarakat mampu memilih pilihannya yang berkualitas tanpa ada ekses.
“Jadikan ajang pesta demokrasi ini ruang untuk mendidik masyarakat dengan politik, sehingga mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas,” pungkasnya. (CR1)